Mathur Husyairi dibesarkan di lingkungan keluarga petani. Tumbuh dari keluarga pedesaan, sejak kanak dia sudah dibiasakan melakukan pekerjaannya sendiri, tujuannya agar dapat menjadi pribadi yang memegang prinsip hidup mandiri.
Keluarga Mathur menyadari di samping didikan dari keluarga, juga perlunya menyekolahkan anak. Mereka meyakini dengan membekali anaknya pendidikan yang mumpuni, kelak anaknya dapat menyiapkan kehidupan lebih maju. Oleh karena itu keluarganya bertekad akan menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi.
Menjelang akhir tahun 1990-an, Mathur Husayiri atau yang akrab disapa Mathur lulus Sekolah Dasar. Dia melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanaiyah (MTs) Yayasan Tarbiyah Islamiyah (Yasti), yang terletak di desa tetangga. Jarak antara sekolah MTs dengan rumahnya lebih jauh lagi daripada sekolah MI tempat belajarnya dulu. Jarak antara sekolah dan rumahnya, sekitar 2,5 kilometer.
Mathur menjangkau ke sekolahnya MTs yang ada di desa sebelah dengan berjalan kaki atau kadang naik sepeda pancal merek BMX. Tahun 80-an, sepeda BMX merupakan sepeda yang populer di kalangan remaja sebaya Mathur.
Didikan keluarganya berhasil membangun sifat mandiri Mathur. Terbukti dari cara Mathur memiliki sepeda BMX. Barang itu bukan dari meminta kepada orangtuanya, melainkan dia membeli dengan uangnya sendiri. Waktu itu Mathur membeli sepedanya hasil uang tabungannya dari uang jajan yang diberikan oleh orangtuanya, yang disisihkannya selama beberapa tahun.
Kala itu dia mendapat jatah uang saku sekolah berkisar lima hingga sepuluh rupiah. Jumlah uang tergolong banyak di zamannya, apalagi sekadar buat jajanan sekolah. Makanan ringan kesukannya permen gulali. Gulali merupakan adonan gula yang dikentalkan, jajanan paling digemari Mathur dan teman-teman sebayanya dulu.
Mathur pergi bersekolah tak melulu naik BMX. Kerap juga dia memilih jalan kaki berombongan dengan temannya. Tak jarang pula dia pergi ke sekolah bersama teman-temannya dengan menumpang pickup, kendaraan pengangkut buah jeruk Sambas atau biasa dikenal jeruk tebas. Kebetulan armada pengangkut buah hasil panen kebun itu memang rutin melintas sejurusan ke sekolahnya. Sering pula kalau lagi mujur, Mathur dan teman-temannya menerima beberapa buah jeruk diberikan oleh supir. Jeruk tebas, adalah buah yang sangat digemarinya masa itu.
Seperti sudah janji keluarganya akan mengantar Mathur menjadi insan berpendidikan tinggi. Sehingga tamat dari sekolah Mts Yasti pada tahun 1990. Mathur diberangkatkan oleh keluarganya untuk menimba ilmu di tanah kelahiran nenek moyangnya di Bangkalan. Demi sebuah cita-cita. Dia rela meninggalkan kampung halamannya, tempat yang pernah memberinya keriangan bersama teman-temannya. Dia memantapkan hati untuk beberapa waktu berpisah dari keluarga dan teman-teman sepermainannya di Sambas.
(Hasan Muhammad)
Selengkapnya: https://mathur.id/seberangi-lautan-menimba-ilmu-ke-tanah-moyang/